Oleh: Kordinator Komunitas Penggiat Anti Korupsi
Di tengah dinamika sosial yang terus bergerak cepat, masyarakat Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI) kembali dihadapkan pada isu hangat terkait proses rekrutmen tenaga kerja yang melibatkan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans), PT PWS, serta Pertamina EP Adera Field.
Sorotan publik muncul seiring adanya tudingan kecurangan dalam proses penerimaan tenaga kerja lokal. Namun, sebelum opini liar berkembang tanpa dasar, penting bagi kita menelaah duduk persoalan ini secara rasional dan berdasarkan hukum yang berlaku.
Dalam prinsip ketenagakerjaan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, hubungan antara pekerja dan pemberi kerja lahir dari adanya perjanjian kerja, di mana kedua belah pihak saling terikat oleh hak dan kewajiban. Artinya sederhana: tidak ada upah tanpa kerja, dan tidak ada kerja tanpa usaha.
Calon tenaga kerja wajib memahami bahwa setiap lowongan pekerjaan memiliki syarat dan ketentuan yang ditetapkan oleh pihak perusahaan sebagai pemberi kerja. Syarat itu bisa berupa ijazah, pengalaman, hingga pemeriksaan kesehatan (Medical Check Up/MCU).
Sebab, pemberi kerja memiliki kewenangan untuk menilai kelayakan seseorang sebelum mempekerjakannya.
Maka benar adanya pernyataan Sapriyanto, perwakilan PT PWS, yang menegaskan bahwa kewajiban MCU merupakan bentuk keseriusan pelamar.
“Kalau pelamar benar-benar serius ingin bekerja, kami anggap mereka tidak akan keberatan melampirkan hasil MCU,” ujarnya pada Kamis (6/11/2025), dikutip dari laman Liputanokenews.com.
Pernyataan ini patut dimaknai sebagai dorongan untuk membangun budaya kerja yang disiplin dan bertanggung jawab, bukan sebagai bentuk diskriminasi.
Pihak Pertamina EP Adera Field sebagai pengguna jasa juga menegaskan bahwa mekanisme rekrutmen diserahkan sepenuhnya kepada kontraktor pelaksana (PT PWS), namun tetap dalam koridor Standar Operasional Prosedur (SOP) perusahaan.
“Namun dalam melaksanakan rekrutmen tersebut, kami juga berharap pihak kontraktor tetap memprioritaskan tenaga kerja lokal dari WKP (Wilayah Kerja Perusahaan),” jelas Samuel, perwakilan Pertamina Adera Field.
Pernyataan ini menegaskan bahwa perusahaan tetap berkomitmen memberdayakan masyarakat lokal, sepanjang memenuhi kriteria kompetensi yang dibutuhkan. Dalam konteks ini, Disnakertrans PALI berperan sebagai fasilitator dan pengawas agar proses rekrutmen berjalan sesuai aturan dan prinsip keterbukaan publik.
Di sisi lain, Ketua DPRD PALI, H. Ubaidillah, juga menyuarakan pandangan bijak dalam rapat paripurna ke-2 dari rangkaian paripurna ke-14 DPRD Kabupaten PALI pada Senin (3/11/2025).
Menanggapi pandangan Fraksi PAN soal dugaan kecurangan rekrutmen, ia menegaskan bahwa DPRD akan memanggil pihak perusahaan dan instansi terkait untuk melakukan klarifikasi terbuka.
“Kita akan panggil dan duduk bersama. Seperti apa kecurangan yang disampaikan tadi, kita akan minta penjelasan langsung dari pihak perusahaan,” tegasnya.
Lebih lanjut, ia menambahkan bahwa setiap warga lokal berhak mendapat kesempatan kerja di wilayahnya sendiri, namun tanpa menimbulkan perpecahan atau kecemburuan sosial.
“Kalau memang ternyata yang diterima juga orang-orang PALI, kan sama. Artinya orang PALI juga. Jadi ngapain diributkan? Salahnya di mana?” ujarnya lugas.
Pernyataan Ketua DPRD tersebut seolah menegaskan kembali bahwa putra daerah PALI bukan hanya mereka yang berasal dari satu desa tertentu, tetapi seluruh masyarakat yang memiliki identitas kependudukan PALI (KTP PALI).
Dengan kata lain, tidak ada “kotak-kotak” antar desa dalam hal hak memperoleh pekerjaan.
Hal ini sejalan dengan semangat Pasal 27 ayat (2) UUD 1945, yang menyatakan bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Bila ada pihak yang merasa menemukan kejanggalan atau penyimpangan dalam proses rekrutmen, maka jalur hukum adalah jalan terbaik. Negara ini berdiri di atas prinsip hukum (rule of law), bukan atas opini liar di media sosial.
Sebagaimana diatur dalam KUHAP Pasal 184, bukti dan saksi menjadi dasar penegakan hukum. Maka, siapa pun yang mendalilkan adanya pelanggaran, wajib membuktikan dengan fakta, bukan hanya dugaan atau cerita sepihak.
Jika benar ada pelanggaran, silakan laporkan ke pihak berwenang, mulai dari Disnaker, Inspektorat, hingga Aparat Penegak Hukum. Sebaliknya, jangan menuduh tanpa dasar karena hal itu justru bisa melanggar Pasal 310 KUHP tentang pencemaran nama baik.
Isu ketenagakerjaan bukan sekadar tentang siapa yang diterima atau ditolak, melainkan tentang tanggung jawab, etika, dan kesiapan bersaing.
Pemerintah daerah dan perusahaan wajib bersikap terbuka, sementara masyarakat juga harus menyadari bahwa setiap pekerjaan menuntut pengorbanan, baik tenaga, waktu, maupun biaya.
Karena sejatinya, perjuangan tanpa pengorbanan hanyalah slogan kosong.
Dan kerja tanpa tanggung jawab adalah bentuk ketidakjujuran terhadap diri sendiri.
Polemik rekrutmen tenaga kerja di PALI seharusnya menjadi momentum untuk menumbuhkan kesadaran publik tentang pentingnya transparansi dan kedewasaan sosial. Kita harus belajar menilai persoalan bukan dari emosi, tapi dari fakta, hukum, dan niat baik membangun daerah. Sebab, pembangunan tidak akan berjalan tanpa kepercayaan.
Dan kepercayaan hanya lahir dari kejujuran serta kesediaan semua pihak untuk duduk bersama mencari solusi. (EH).
