PALI – Siang itu, Senin (15/9/2025), halaman depan Mapolres Penukal Abab Lematang Ilir (PALI) tampak dipadati puluhan awak media. Di bawah terik matahari, dua pria dengan wajah tertunduk digiring keluar dari ruang tahanan. Tangan mereka diborgol, langkahnya berat, seolah tak lagi punya arah.
Dua pria itu bukan sembarang orang. Mereka adalah ayah dan anak kandung—L (49) dan P (19)—yang baru saja ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan keji di Desa Sungai Ibul, Kecamatan Talang Ubi. Di hadapan kamera dan mikrofon, mereka menjadi saksi hidup dari amarah yang berubah menjadi tragedi.
Kasus ini bermula dari sebuah masalah keluarga. Pada pagi hari Jumat (12/9/2025), korban Matsari Lekat (29) didapati berada di kamar anak perempuan L, berinisial H. Meski sempat dinikahkan secara adat, keberadaan korban di kamar itu dianggap mencoreng kehormatan keluarga pelaku.
Persoalan yang sejatinya bisa dibicarakan dengan dingin berubah menjadi bara dendam. Ketika sore menjelang, amarah yang tak terbendung akhirnya pecah.
Di Jalan Batu Pertamina, Dusun II Desa Sungai Ibul, korban melintas dengan sepeda motor bersama anak perempuannya, LFP (14). Namun langkahnya terhenti ketika L dan P menghadang.
“Korban dihentikan paksa, lalu pelaku P menyerang dengan sebilah parang hingga mengenai punggung korban. Setelah korban jatuh ke parit, keduanya menganiaya secara bersama-sama hingga korban meninggal dunia di lokasi kejadian,” jelas Kasat Reskrim Polres PALI, AKP Nasron Junaidi, S.H., M.H. dalam konferensi pers.
Di hadapan mata sang anak, Matsari meregang nyawa dengan luka parah di punggung, leher, dan tangan. LFP hanya bisa berlari sekencang mungkin mencari pertolongan, meninggalkan ayahnya yang sudah tak bernyawa.
Kabar pembunuhan cepat menyebar. Warga geger, polisi bergerak cepat. Hanya dalam hitungan jam, Satreskrim Polres PALI berhasil mengamankan kedua pelaku tanpa perlawanan.
Barang bukti berupa sebilah parang diamankan sebagai saksi bisu alat penghabisan nyawa. “Kedua pelaku sudah kami amankan dan tengah menjalani pemeriksaan intensif. Mereka dijerat Pasal 340 KUHP, subsider Pasal 338 KUHP, dan Pasal 170 ayat (3) KUHP,” tegas AKP Nasron.
Dalam press rilis di Mapolres PALI, Kapolres AKBP Yunar Hotma Parulian Sirait berdiri tegap di depan awak media. Wajahnya serius, suaranya mantap.
“Kami mengapresiasi kerja cepat Satreskrim yang berhasil mengungkap kasus ini dalam waktu singkat. Kepada masyarakat, kami imbau untuk selalu menyelesaikan permasalahan dengan kepala dingin, bukan dengan kekerasan. Hukum adalah jalan penyelesaian terbaik,” tegas Kapolres.
Ucapan itu tak sekadar formalitas. Ia adalah pengingat, bahwa satu keputusan keliru yang diambil dalam amarah bisa menghilangkan nyawa, merenggut masa depan, dan menorehkan luka yang panjang bagi keluarga korban maupun pelaku.
Kasus ini bukan sekadar catatan kriminal di meja polisi. Ia adalah tragedi kemanusiaan. Di satu sisi, seorang anak harus menanggung trauma melihat ayahnya dibunuh di depan mata. Di sisi lain, sebuah keluarga kini tercabik karena dua anggotanya harus mendekam di balik jeruji besi.
Matsari tak lagi pulang ke rumah, sementara L dan P akan menghabiskan hari-hari mereka di balik sel. Desa Sungai Ibul akan lama mengingat peristiwa ini—sebuah luka yang tertinggal, lahir dari amarah yang tak terkendali.
Dan di hadapan Mapolres PALI, ketika kedua tersangka dipertontonkan kepada media, publik diingatkan sekali lagi: kekerasan tak pernah menjadi jawaban.(EH).
