Muaro Jambi – Tragedi kemanusiaan yang mencoreng institusi kepolisian kembali terjadi. Dua anggota Polsek Kumpeh Ilir, Kabupaten Muaro Jambi, akhirnya dijatuhi hukuman berat setelah terbukti menganiaya seorang tahanan hingga tewas. Bripka Yuyun Sanjaya dan Brigadir Faskal Wildanu Putra divonis masing-masing 15 tahun penjara atas kasus pembunuhan terhadap Ragil Alfarisi, seorang pemuda yang ditahan dalam kasus dugaan pencurian.
Vonis tersebut dibacakan dalam sidang putusan di Pengadilan Negeri Sengeti, Kamis malam (24/7/2025). Majelis hakim yang dipimpin Roro Endang Dewi Nugraheni, serta dua hakim anggota, Syara Fitriani dan Andi Setiawan, menyatakan kedua terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan.
Peristiwa memilukan itu terjadi pada Rabu, 4 September 2024. Saat itu, Ragil Alfarisi yang baru beberapa jam diamankan di sel Polsek Kumpeh Ilir, ditemukan dalam keadaan tergantung dengan ikat pinggang. Kepolisian sempat menyebut korban meninggal karena bunuh diri. Namun, perjalanan panjang penyidikan dan proses peradilan justru membuka fakta sebaliknya.
Dalam sidang yang berlangsung intensif, sejumlah saksi, tim penyidik, hingga tim medis forensik mengungkap bahwa kematian Ragil bukanlah kasus bunuh diri, melainkan akibat kekerasan berat. Hasil autopsi menunjukkan adanya tujuh luka di leher, memar di kepala, pendarahan hebat di bagian otak, serta tanda-tanda korban sudah tak bernyawa sebelum digantung.
“Fakta persidangan jelas menunjukkan bahwa korban tidak meninggal karena gantung diri, melainkan akibat kekerasan yang disengaja,” tegas hakim Roro Endang dalam amar putusannya.
Lebih jauh, majelis hakim menilai kedua terdakwa menyalahgunakan kewenangan sebagai aparat penegak hukum dan melakukan tindakan di luar batas kemanusiaan. Meski sempat membantah keterlibatan, alat bukti, saksi, dan pemeriksaan forensik tidak dapat disangkal. Tes poligraf yang dilakukan terhadap kedua terdakwa juga memperkuat kesimpulan bahwa mereka terlibat langsung dalam penganiayaan yang menyebabkan kematian Ragil.
Jeritan Terakhir APSD: Utang, Rayuan, dan Kematian di Lorong Kontrakan
Jaksa Penuntut Umum dalam perkara ini menuntut hukuman 15 tahun penjara dan permintaan tersebut dikabulkan sepenuhnya oleh majelis hakim. Keduanya dijatuhi pidana pokok penjara 15 tahun dengan perintah agar tetap ditahan.
Vonis ini menjadi salah satu bentuk tegaknya keadilan terhadap praktik kekerasan yang kerap terjadi di balik jeruji tahanan. Perkara ini juga menjadi pengingat keras bagi institusi kepolisian agar menjunjung tinggi asas profesionalisme, transparansi, dan perlindungan terhadap hak asasi manusia.
Kematian Ragil Alfarisi tak hanya menjadi luka mendalam bagi keluarga, tetapi juga pukulan telak bagi kepercayaan publik terhadap aparat. Tragedi ini menjadi pelajaran penting, bahwa keadilan tetap bisa ditegakkan, sekalipun yang berdiri di kursi pesakitan adalah mereka yang seharusnya menjadi penjaga hukum.
Kini, dua anggota polisi itu harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di balik jeruji besi. Sementara, nama Ragil Alfarisi dikenang sebagai simbol perlawanan terhadap ketidakadilan yang sempat disembunyikan di balik dinding sel. Sebuah nyawa yang hilang, namun suara keadilan akhirnya menang.(Td).
