PALI – Dugaan praktik korupsi di tubuh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI) kembali mencuat ke publik. Sonny Paras Dewa, seorang aktivis yang dikenal vokal dalam mengawal isu korupsi, pada Senin (22/9/2025) secara resmi mendatangi Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) PALI untuk mempertanyakan laporannya terkait indikasi tindak pidana korupsi pada pengadaan barang dan jasa tahun anggaran 2024.
Dalam laporannya, Dewa menyoroti peran CV Restu Bumi yang diduga menguasai sedikitnya 152 paket pengadaan dengan total nilai sekitar Rp 800 juta. Lebih jauh, praktik pemecahan paket untuk menghindari proses lelang terbuka diduga kuat menjadi modus yang mencederai prinsip transparansi dan keadilan dalam tata kelola anggaran.
“Saya tidak main-main dengan kasus dugaan korupsi di Kabupaten PALI. Ini harus diusut tuntas. Meski Kejari PALI menyebut laporan saya belum memenuhi syarat, saya akan revisi, bahkan kalau perlu akan saya bawa ke Kejati Sumsel agar kasus ini tidak mandek,” tegas Dewa di hadapan awak media usai bertemu pihak kejaksaan.
Menurutnya, tindakan tegas terhadap dugaan praktik curang ini menjadi ujian nyata bagi penegak hukum. Diamnya aparat sama artinya dengan membiarkan perampokan uang rakyat terus berlangsung di depan mata.
Tak berhenti sampai di situ, Dewa juga menegaskan bahwa pihaknya bersama LSM akan menggelar aksi unjuk rasa sebagai bentuk desakan agar dugaan korupsi di Bappeda PALI ditangani serius. “Kami tidak akan berhenti hanya pada laporan. Aksi demonstrasi akan kami gelar sebagai tekanan moral agar Kejari tidak bermain-main dalam menangani perkara ini,” ujarnya.
Senada dengan itu, Rosidi, Ketua DPD LSM Barisan Patriot Peduli Indonesia (BPPI) Kabupaten PALI, mengonfirmasi adanya rencana aksi bersama para aktivis. Menurutnya, gerakan ini tidak hanya akan menyoroti Bappeda, tetapi juga sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) lain yang ditengarai sarat penyimpangan.
“Demo ini bukan sekadar simbol perlawanan, melainkan bentuk komitmen kami mendorong penegakan hukum. Jika Kejari PALI tidak mampu, maka Kejati Sumsel harus turun tangan. Jangan ada lagi alasan untuk menutup mata terhadap dugaan korupsi yang merugikan rakyat,” pungkas Rosidi.
Kasus ini jelas menjadi alarm keras bahwa praktik pengadaan barang dan jasa di Kabupaten PALI patut diawasi ketat. Publik kini menunggu, apakah Kejari PALI benar-benar bekerja untuk rakyat atau justru membiarkan keadilan terpasung di balik meja birokrasi.(EH).
