Anggaran Hampir Rp1 Miliar, Drainase Talang Ubi Dinilai Asal Jadi,  Diduga Ajang Bagi Fee

Anggaran Hampir Rp1 Miliar, Drainase Talang Ubi Dinilai Asal Jadi,  Diduga Ajang Bagi Fee

Business Daerah Polisi Seputar KPK/Kejaksaan& APH
Spread the love

PALI Aneh tapi nyata. Begitulah komentar pedas yang terlontar dari Yusri Warsono, warga Kecamatan Talang Ubi, saat melihat proyek pembangunan drainase yang terletak di Talang Nanas arah Puskesmas Talang Ubi, Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI), pada Senin, 4 Agustus 2025.

Bagaimana tidak, proyek drainase yang tertuang dalam papan kegiatan bernomor 600/073/KPA.03/PDDK/II/2025, dengan nilai anggaran fantastis sebesar Rp989.663.000,00, ternyata hanya meninggalkan tanda tanya besar di benak masyarakat. Alih-alih mencerminkan pembangunan berkualitas, proyek tersebut justru dinilai janggal dan jauh dari kata layak.

“Dengan nilai hampir satu miliar rupiah, tapi fisik bangunannya seperti ini? Lantai dasar tipis, panjang pun tidak seberapa. Ini bukan pembangunan, ini penghinaan terhadap akal sehat rakyat,” tegas Yusri geram.

Proyek ini sendiri dikerjakan oleh CV. Galendra Perkasa, dengan sumber dana berasal dari APBD Kabupaten PALI Tahun Anggaran 2025. Namun, dari hasil pantauan tim investigasi di lapangan, pembangunan itu patut diduga kuat hanya menjadi proyek asal jadi, asal untung dan asal setor fee.

Pasalnya, jika mengacu pada sistem pengelolaan drainase yang baik, pembangunan seharusnya memenuhi aspek teknis yang jelas dan manfaat berkelanjutan. Namun dalam realitanya, nalar pembangunan justru seolah-olah diabdikan demi kepentingan kelompok tertentu — bukan rakyat sebagai pemilik sah anggaran negara.

Lebih lanjut, volume pekerjaan pada proyek ini pun diragukan. Ketebalan lantai dasar terlalu tipis, sambungan adukan semen kasar terlihat asal-asalan, serta panjang drainase tidak sesuai ekspektasi dengan nilai kontrak yang hampir menembus angka satu miliar rupiah.

Yang lebih janggal lagi, tertera di baleho papan informasi proyek, waktu kegiatan Februari 2025. Sementara sekarang sudah menginjak bulan Agustus.

Pengawasan dari dinas terkait pun disorot tajam. Baik dari instansi teknis Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Kabupaten PALI, maupun dari pihak konsultan pengawas, dinilai abai dan lalai. Kontrol terhadap pelaksanaan proyek seperti nyaris tidak ada.

Eko Arman, salah satu tokoh masyarakat sekaligus aktivis kontrol sosial yang turun langsung ke lokasi, secara tegas mendesak agar Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) turun tangan melakukan audit investigatif terhadap proyek tersebut. Bahkan, Eko juga mendesak audit menyeluruh terhadap seluruh proyek infrastruktur tahun 2025 di Kabupaten PALI yang dinilai rawan praktik penyimpangan.

“Pembangunan di PALI belakangan ini semakin sering menuai sorotan. Banyak proyek besar, tapi hasilnya kecil. Kami menduga ada pola sistematis dalam pembagian fee antara pihak pelaksana dan pemberi kerja. Ini harus dihentikan. Rakyat butuh pembangunan, bukan permainan anggaran,” tegas Eko Arman.

Ketika dikonfirmasi lebih lanjut kepada Kepala Dinas PUTR PALI, H. Ristanto Wahyudi, sayangnya belum berhasil ditemui. Saat awak media menyambangi kantornya, salah satu staf menyebut bahwa sang Kadis sedang menghadiri rapat pagi bersama seluruh kepala OPD se-Kabupaten PALI. Ketika dikunjungi kembali pada siang harinya, staf yang berbeda menyampaikan bahwa H. Ristanto tengah menerima tamu dari kalangan pemborong.

Upaya konfirmasi via pesan WhatsApp pun hingga berita ini diterbitkan belum mendapat respons. Tanda centang hanya satu, seolah menandakan komunikasi dari awak media tak digubris.

Kondisi ini menambah kegelisahan publik. Presiden Republik Indonesia telah menginstruksikan agar seluruh proyek pembangunan mengedepankan prinsip efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas. Sayangnya, instruksi tersebut seakan tak bergema di lingkup birokrasi dan pelaksana proyek di PALI.

Kini, publik hanya berharap agar aparat penegak hukum, lembaga pemeriksa negara, dan lembaga pengawas independen segera turun tangan. Jangan sampai praktik pembangunan asal-asalan yang menggerogoti uang rakyat ini terus dibiarkan tumbuh subur.

“Pembangunan harus tepat guna, bukan tepat bagi para pembagi fee,” tutup Yusri dengan nada getir.(Tim).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *