Geger OTT Camat Pagar Gunung dan 22 Kades di Lahat: Benang Kusut Pungli yang Terkuak di Balik Iuran Fiktif

Geger OTT Camat Pagar Gunung dan 22 Kades di Lahat: Benang Kusut Pungli yang Terkuak di Balik Iuran Fiktif

Seputar KPK/Kejaksaan& APH
Spread the love

Lahat, Sumatera Selatan — Malam merangkak naik di Kecamatan Pagar Gunung, Kabupaten Lahat, Kamis 24 Juli 2025. Di gedung kantor camat yang terletak di kaki perbukitan, deretan mobil berpelat merah terparkir rapi. Di dalamnya, puluhan kepala desa sedang duduk membentuk lingkaran rapat, membahas koordinasi persiapan perayaan HUT ke‑80 Republik Indonesia. Tak ada yang menyangka, rapat rutin ini justru menjadi pintu masuk ke drama hukum terbesar di kabupaten ini tahun ini.

Sekitar pukul 20.00 WIB, pintu rapat itu digedor. Sejumlah petugas Kejaksaan Negeri Lahat masuk, diikuti suara lantang memerintahkan agar semua yang hadir tetap di tempat. Sejurus kemudian, satu per satu kepala desa bersama sang camat berinisial EH diminta menunjukkan dokumen dan uang tunai yang baru saja dikumpulkan. Malam itu, suasana sunyi berubah tegang: Operasi Tangkap Tangan (OTT) resmi berlangsung di jantung pemerintahan desa Kecamatan Pagar Gunung.

Dari ruang rapat, petugas menyita uang tunai lebih dari Rp 60 juta, lembaran daftar nama desa, beserta catatan iuran yang diduga pungutan liar (pungli). Menurut sumber internal kejaksaan, praktik ini disebut terstruktur, sistematis, dan masif: para kepala desa ‘wajib’ menyetor sejumlah uang kepada camat. Alasannya bervariasi — mulai dari biaya kegiatan, partisipasi pembangunan, hingga dalih iuran untuk acara resmi. Namun, sebagian besar realisasinya fiktif, hanya berakhir di kantong segelintir orang.

“Modusnya, camat meminta ‘komitmen’ ke setiap kades. Dalihnya biaya kebersamaan, tapi penyerapan anggarannya tidak jelas. Kepala desa merasa terpaksa karena hubungan birokrasi,” ungkap salah satu petugas yang enggan disebut namanya.

Pelarian Berakhir di Tengah Kebun Tebu, Tersangka Pemerkosaan dan Pembunuhan Bocah SD Keok di Tangan Polisi

Malam itu juga, 23 orang, yakni EH sang camat dan 22 kepala desa, digiring ke Kantor Kejaksaan Negeri Lahat. Tak butuh waktu lama, keesokan paginya, rombongan dibawa ke Palembang dan diserahkan ke Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan (Kejati Sumsel) untuk pendalaman.

Daftar nama desa yang terlibat cukup panjang: Germidar Ilir, Germidar Ulu, Muara Dua, Padang Pagun, Pagar Gunung, Pagar Alam, Tanjung Agung, Siring Agung, dan belasan lainnya. Semuanya terletak di wilayah administratif Kecamatan Pagar Gunung, kabupaten yang dikenal memiliki ratusan desa dengan potensi anggaran desa cukup besar.

Jeritan Terakhir APSD: Utang, Rayuan, dan Kematian di Lorong Kontrakan

Praktik pungli dalam skema ini bukan barang baru. Sejumlah mantan perangkat desa menyebut, pola seperti ini sudah lama mengendap, hanya saja sering luput dari pantauan penegak hukum. Kepala desa, yang rata-rata baru menjabat di periode ini, kerap ‘terpaksa’ patuh agar urusan administrasi berjalan lancar. Sebagian menganggapnya sebagai ‘uang rokok’ yang diamini sebagai tradisi gelap di tataran birokrasi desa.

Namun OTT kali ini mematahkan lingkaran setan tersebut. Kejaksaan bergerak cepat, didukung laporan warga desa yang resah karena iuran kerap memberatkan. Rapat yang awalnya bertema koordinasi HUT RI, nyatanya digunakan untuk mengumpulkan ‘setoran’. Dana itulah yang akhirnya menjadi barang bukti.

Warga Pagar Gunung pun terbelah. Sebagian bersyukur penegak hukum berani bertindak. Namun tak sedikit pula yang skeptis, khawatir OTT hanya berujung pada hukuman ringan tanpa efek jera.

“Kami capek kalau pungli kayak begini terus berulang. Kepala desa harusnya mengelola dana desa untuk pembangunan jalan, air bersih, dan kebutuhan warga. Tapi kalau disetor lagi ke atas, habis buat apa?,” kata Ridwan, tokoh masyarakat di salah satu desa yang turut disebut.

Sebagai kabupaten penyangga industri tambang dan perkebunan, Lahat punya porsi Dana Desa yang tak kecil. Transparansi dan akuntabilitas dana itulah yang kini jadi sorotan. OTT ini diharapkan memutus rantai pungli yang acap menempel di birokrasi tingkat bawah.

Hingga kini, Kejati Sumsel belum memberikan keterangan detail tentang pasal yang bakal diterapkan. Namun indikasi kuat mengarah pada Pasal 12 Undang‑Undang Tindak Pidana Korupsi, dengan ancaman pidana berat jika terbukti pungli dilakukan secara bersama‑sama dengan jabatan berwenang.

Kepala Seksi Intelijen Kejari Lahat, melalui pernyataan singkatnya, memastikan proses pemeriksaan mendalam dilakukan dengan cermat. “Pemeriksaan saksi dan pengembangan akan terus berjalan. Publik akan kami beri tahu secara berkala.”

Sehari Hidup, Sehari Mati: Nasib Tragis KDMP Pucangan yang Diresmikan Presiden

OTT ini membuka mata, betapa ringkihnya pengawasan anggaran di level desa. Di satu sisi, camat punya peran vital dalam membina dan mengawasi kades. Di sisi lain, celah itulah yang kerap menjadi peluang untuk ‘menarik pungutan’ di luar aturan.

Bagi banyak warga Lahat, episode ini semestinya menjadi momen koreksi. Bukan sekadar menunggu vonis, tetapi membenahi pola kerja pemerintahan desa agar benar‑benar melayani rakyat, bukan membebani.(Jum)**

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *