Sehari Hidup, Sehari Mati: Nasib Tragis KDMP Pucangan yang Diresmikan Presiden

Sehari Hidup, Sehari Mati: Nasib Tragis KDMP Pucangan yang Diresmikan Presiden

Nasional
Spread the love

Tuban — Pagi itu, Senin, 21 Juli 2025, suasana Balai Desa Pucangan, Kecamatan Montong, Kabupaten Tuban, tampak semarak. Spanduk putih merah terpasang di teras bangunan semi permanen yang sebelumnya bekas kios grosir. Di dalamnya, rak-rak supermarket baru saja ditata rapi, berisi kebutuhan pokok: beras, gula, sabun cuci, mi instan, minyak goreng — simbol mimpi tentang kemandirian desa.

Di luar bangunan, puluhan warga berkumpul. Mereka berdiri di bawah terik matahari, sebagian sibuk menempelkan pin bertuliskan “Koperasi Desa Merah Putih (KDMP)” di dada kiri. Di dalam ruangan, Ketua KDMP Pucangan duduk bersebelahan dengan Kepala Desa, menatap layar proyektor. Di layar itu, Presiden Prabowo Subianto tampak berdiri di podium, disiarkan langsung dari Klaten, Jawa Tengah.

Dengan suara lantang, Presiden meresmikan peluncuran serentak KDMP di berbagai desa di Indonesia — program strategis untuk memperkuat ekonomi kerakyatan berbasis koperasi modern. Di Tuban, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa turut hadir mendampingi Bupati Tuban, Aditya Halindra Faridzky.

Tepuk tangan membahana. Warga bersorak, berharap koperasi ini menjadi lokomotif baru perekonomian desa.

Selasa pagi, 22 Juli 2025, di lokasi yang sama, papan nama “KDMP Desa Pucangan” sudah tidak ada. Rak-rak supermarket yang kemarin penuh kini kosong. Di halaman depan, beberapa pekerja mengangkut kardus berisi barang dagangan ke truk bak terbuka. Satu persatu rak dibongkar, dipindahkan. Beberapa warga yang kebetulan lewat hanya bisa melongo.

“Mau beli minyak, tahunya malah tutup. Kaget juga, kemarin Presiden meresmikan, sekarang kosong,” ujar Warsini, 43 tahun, warga RT 2 RW 1 Desa Pucangan, saat ditemui Suara Indonesia di lokasi.

Puluhan Wanita Berprofesi Guru Gugat Cerai. Apa Penyebabnya? Simak Informasi Selengkapnya

Semua berawal dari selembar kertas berkop PT Perekonomian Pondok Pesantren Sunan Drajat, Paciran, Lamongan. Dalam surat bernomor 002/032/Perkom-PPSD/VII/2025, tertulis jelas: pemutusan kontrak kerja sama antara pihak PT Perekonomian Pondok Pesantren Sunan Drajat dengan Pemerintah Desa Pucangan.

“Surat itu kami layangkan ke Kepala Desa. Mulai awal pendampingan hingga berdiri, semua modal, renovasi bangunan, manajemen, barang dagangan, itu murni dari kami,” kata Anas Al Khifni, Direktur Perekonomian Pondok Pesantren Sunan Drajat, saat dihubungi reporter, Selasa siang.

Menurut Anas, keputusan pahit itu diambil karena pihaknya merasa dilecehkan secara moral. Saat peresmian KDMP, kata Anas, di hadapan Presiden, Ketua KDMP dan Kepala Desa sama sekali tidak menyebut nama Pondok Pesantren Sunan Drajat sebagai mitra pendamping. Mereka justru mengklaim dukungan penuh berasal dari BUMN dan PT Pupuk Indonesia.

“Padahal dari nol, kami yang membimbing. Jadi pilot project, kami relakan sumber daya, uang, waktu, tenaga. Tapi di hadapan Presiden, nama kami lenyap. Kami bukan siapa-siapa di panggung itu,” lanjut Anas, suaranya terdengar berat.

Setelah kontrak diputus, para pekerja segera membongkar isi koperasi. Barang-barang kebutuhan pokok dikemas dalam kardus besar, diangkut menuju KDMP lain di wilayah Lamongan, yang masih di bawah pengelolaan Pondok Pesantren Sunan Drajat. Papan nama dicopot, baliho peresmian dilipat. Bangunan yang sehari sebelumnya diramaikan warga kini kembali seperti kios kosong.

Menurut seorang pekerja yang enggan disebut namanya, pembongkaran dilakukan sejak Selasa pagi dan selesai sebelum sore. “Kami hanya ikut perintah atasan. Semua barang harus dipindahkan ke unit KDMP lain, supaya tidak terbengkalai,” katanya.

Snack Misterius, 10 Siswa SD di Muba Keracunan Usai Latihan Pocil

Program Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (KDMP) sejatinya digagas pemerintah pusat sebagai terobosan untuk memperkuat ekonomi desa melalui jaringan koperasi modern. Pemerintah menggandeng berbagai pihak — dari BUMN hingga pondok pesantren — sebagai mitra pendamping, modal sosial, dan manajerial.

Namun insiden di Pucangan menunjukkan celah rapuhnya komunikasi di lapangan. Di satu sisi, Kepala Desa dan pengurus KDMP Pucangan mengklaim dukungan BUMN dan PT Pupuk Indonesia. Di sisi lain, Pondok Pesantren Sunan Drajat merasa seluruh modal awal justru datang dari mereka, tanpa pengakuan.

Hingga berita ini ditulis, Kepala Desa Pucangan belum memberikan pernyataan resmi. Begitu pula Bupati Tuban dan pihak BUMN terkait. Di kantor desa, hanya terlihat beberapa perangkat desa lalu-lalang, menghindari awak media.

Di warung kopi desa, beberapa warga masih membicarakan penutupan mendadak itu. Bagi warga, KDMP adalah harapan baru: toko kebutuhan sehari-hari dengan harga miring, hasil bumi warga ditampung koperasi, untungnya kembali ke anggota.

“Kalau begini, kan warga jadi bingung. Harapan kami cuma satu: jangan sampai koperasi ini cuma proyek pajangan,” kata Suparjo, 51 tahun, ketua RT setempat.

Bagi Suparjo dan warga Pucangan, koperasi tidak sekadar bangunan, tapi simbol kemandirian ekonomi desa. Dan mereka percaya, mimpi ini semestinya tidak mati hanya dalam sehari.

Kini, nasib gedung bekas KDMP Pucangan menunggu kejelasan: akankah benar-benar mati, atau lahir kembali dengan format baru?

Reporter: Tim Redaksi

Sumber: Suara Indonesia Tuban

Foto: Dokumentasi KDMP Pucangan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *