Sumatera Selatan, — Di sudut lengang Kantor Kejaksaan Negeri Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI), Sumatera Selatan, satu nama bergaung pelan namun membetot perhatian banyak orang. Ahmad Jhoni. Bukan lantaran prestasi yang dielu-elukan, melainkan kabar pemanggilan oleh jaksa yang berhembus kencang bak angin musim kemarau, berdebu dan bikin sesak dada birokrasi PALI.
Awal Juli 2025, di grup-grup WhatsApp wartawan lokal, beredar selembar surat panggilan yang ditandatangani petinggi Kejaksaan Negeri PALI. Di sana tercatat jelas Nama Ahmad Jhoni. Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) merangkap Plt Kepala Dinas Pertanian diminta hadir untuk memberikan klarifikasi. Dugaan yang beredar ada persoalan di balik anggaran yang ia rancang sekaligus ia kelola.
Tak butuh waktu lama, tangkapan layar surat itu menetas di Instagram. Akun Pali Viral jadi salah satu pemantik obrolan. Tiba-tiba nama Ahmad Jhoni muncul di beranda warga, bukan sebagai birokrat teladan, tetapi sebagai pejabat rangkap jabatan yang kini harus menapaki halaman kantor Kejaksaan.
Seorang aktivis di PALI, yang lebih suka menyembunyikan nama di balik inisial, menuturkan sindiran yang telak. “Bayangkan, dia yang bikin rencana, dia yang hitung anggaran, dia juga yang pegang kendali. Ibaratnya ‘ngocok dewek, bagi dewek’. Mana akuntabilitasnya?” katanya saat ditemui di salah satu warung kopi di Talang Ubi.
Ahmad Jhoni memang fenomena tersendiri di PALI. Nama dan fotonya tak jarang mengisi kolom berita media daring lokal. Terkadang soal program pertanian, kadang pula tentang rencana pembangunan jangka menengah. Dua jabatan strategis disandangnya seolah wajar, padahal publik tahu risikonya besar potensi tumpang tindih kepentingan, hingga celah penyalahgunaan wewenang.
Sejumlah LSM pernah mendesak agar Bupati PALI segera mengevaluasi rangkap jabatan di lingkaran birokrasi. Mereka berpendapat, tidak elok satu figur memegang dua pucuk komando di dinas berbeda yang sama-sama mengatur dana miliaran rupiah. Namun, desakan itu kerap tenggelam di antara agenda seremonial dan barisan baliho program kerja.
Pemanggilan oleh jaksa ini menjadi puncak gonjang-ganjing tersebut. Meski demikian, hingga pertengahan Juli, belum ada keterangan resmi dari Ahmad Jhoni. Wartawan yang mencoba menghubunginya melalui nomor pribadi hanya mendapat jawaban singkat. “Nanti ya, no comment dulu.”
Sementara di kantor Kejaksaan Negeri PALI, seorang staf membenarkan bahwa Ahmad Jhoni termasuk salah satu pejabat yang sedang diminta klarifikasi. “Masih tahap permintaan keterangan awal, soal apa detailnya, nanti tunggu Pak Kasi Intel atau Pak Kajari yang bicara,” katanya singkat.
Bagi masyarakat PALI, kabar ini menambah daftar catatan panjang drama birokrasi di kabupaten muda yang pernah diimpikan lahir sebagai daerah otonomi dengan tata kelola bersih. Harapan yang berkali-kali digempur realita rangkap jabatan, loyalitas politik, hingga rumor-rumor anggaran yang tak pernah reda.
Di halaman kantor Kejaksaan, Ahmad Jhoni barangkali masih menata jawaban. Publik menanti apakah panggilan itu akan menjelma menjadi penyidikan atau sekadar formalitas birokrasi. Di luar gedung, di balik cangkir kopi para aktivis dan status Facebook warga PALI, satu pertanyaan bergaung pelan ” akankah keadilan berjalan lurus di atas kertas yang kerap berdebu?”.
Hingga artikel ini diterbitkan, awak media masih berupaya meminta konfirmasi resmi dari Ahmad Jhoni dan pihak Kejaksaan Negeri PALI. Setiap perkembangan terbaru akan diperbarui sesuai fakta di lapangan. (Red-TD).
