Sumsel — Gerakan penindakan terhadap dugaan korupsi di Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI) kembali bergulir. Kali ini, Dewan Pimpinan Daerah Lembaga Swadaya Masyarakat Gerakan Peduli Rakyat (DPD LSM GPR) Kabupaten PALI resmi melayangkan surat laporan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait indikasi penyimpangan anggaran pada beberapa item proyek pembangunan yang dibiayai dari APBD PALI Tahun 2025.
Langkah berani ini dibuktikan dengan diterimanya surat laporan bernomor: 042/B/DPP-GPR/VII/2025 oleh pihak KPK, lengkap dengan tanda terima dan stempel resmi tertanggal 17 Juli 2025 pukul 10.47 WIB. Bagi LSM GPR, ini bukan sekadar pengaduan di atas kertas, tetapi wujud kepedulian terhadap Bumi Serepat Serasan agar anggaran publik betul-betul dinikmati rakyat, bukan dikorupsi segelintir orang.
Salah satu proyek yang menjadi sorotan adalah pembangunan drainase di Kecamatan Talang Ubi. Drainase jalan lingkar Handayani ini justru menimbulkan tanda tanya besar. Dari pantauan tim investigasi LSM GPR di lapangan, proyek yang menelan dana hingga Rp1,4 miliar lebih itu dinilai dikerjakan asal jadi. Bibir drainase justru lebih tinggi dari permukaan jalan, alih-alih mengalirkan air hujan, saluran ini justru berpotensi menimbulkan genangan. Fungsi drainase pun gagal.
Di samping mutu yang dipertanyakan, proyek ini juga terkesan dikebut demi mengejar target waktu, tanpa mengindahkan kualitas. Kontrak bernomor 600/008/KPA, 03/PDJLH/II/2025 itu dibiayai penuh dari APBD Kabupaten PALI Tahun Anggaran 2025 dengan nilai kontrak Rp1.447.022.000 dan waktu pelaksanaan 180 hari kalender. CV. Romessa Jaya selaku kontraktor pelaksana pun kini ikut jadi sorotan publik, terutama karena muncul kabar penyedia jasa konstruksi bukan berasal dari PALI, melainkan pihak luar daerah.
Berhembus kabar burung bahwa rekanan berasal dari Palembang, dan bukan mustahil punya relasi erat dengan pejabat di Dinas Pekerjaan Umum setempat. Isu miring pun berkembang, mulai dari dugaan fee proyek hingga pengondisian lelang agar pihak tertentu selalu menang tender.
Ketua DPD LSM GPR Kabupaten PALI, Rosidi AR, menegaskan bahwa laporan ini lahir bukan sekadar wacana. Sebelumnya, Rosidi juga telah melaporkan dugaan korupsi pada proyek pembangunan Jembatan Penghubung Kabupaten Muba-PALI yang menghubungkan Desa Sungai Dua dengan Talang Akar. Dalam percakapan singkat dengan media ini, Rosidi menyebut laporan ke KPK disampaikan melalui Ketua Umum DPP GPR. Mereka bahkan tengah mempersiapkan segala sesuatunya untuk menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung Merah Putih KPK Jakarta, jika aparat penegak hukum tak kunjung menindaklanjuti laporan.
“Langkah ini murni panggilan jiwa. Kami menggalang data di lapangan secara swadaya, turun langsung, investigasi, merumuskan, dan akhirnya menyerahkan laporan resmi ke KPK. Ini bukti nyata bahwa kami peduli dengan masa depan Bumi Serepat Serasan,” tegas Rosidi.
Menurutnya, kritik adalah vitamin bagi demokrasi. Jika kritik dibungkam, maka demokrasi akan mati pelan-pelan. Karena itu, ia berharap para pejabat publik di Kabupaten PALI lebih bijak menanggapi kritik. “Kami ini bukan musuh pemerintah. Kami justru sahabat rakyat yang mengingatkan agar anggaran negara tidak diselewengkan,” ujarnya lugas.
Ia pun berpesan kepada para penguasa proyek di PALI untuk belajar dewasa dalam berdemokrasi. “Jangan alergi kritik, karena kalau tidak ada yang salah, kenapa harus takut? Kritik muncul karena ada asap, dan asap muncul karena ada api. Kalau pejabat menggunakan uang pribadi, kami tidak akan urus. Tapi kalau pakai APBD, itu uang rakyat, maka rakyat wajib mengawasi,” tegas Rosidi.
Di sisi lain, dugaan markup anggaran pun menjadi catatan tersendiri. Dari analisis tim GPR, dana yang digelontorkan dinilai tidak sepadan dengan hasil fisik bangunan di lapangan. “Kami sudah hitung. Dengan spesifikasi seperti itu, biaya realisasi jauh di bawah anggaran. Ada selisih signifikan yang patut diduga masuk ke kantong oknum-oknum tertentu,” jelasnya.
Menanggapi potensi polemik ini, Rosidi juga membuka ruang dialog bagi siapa pun yang merasa keberatan dengan laporan GPR. “Silakan klarifikasi, kami terbuka. Tapi kalau terbukti korup, harus siap diproses hukum. Kami akan kawal terus hingga ada kejelasan dari KPK,” tuturnya.
Beberapa warga yang enggan disebut namanya menilai keberadaan drainase malah membuat genangan air kian parah saat hujan lebat. “Air bukannya mengalir ke saluran, malah tergenang di jalan. Ini bukan drainase, tapi got mati,” celetuk salah seorang warga Handayani Mulya.
Fenomena proyek asal jadi semacam ini dinilai hanya mencederai kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah. Terlebih di era keterbukaan informasi, masyarakat makin kritis memantau proyek-proyek pembangunan yang dibiayai uang pajak rakyat. Rosidi pun berharap, langkah yang diambil LSM GPR bisa menjadi alarm bagi oknum-oknum yang merasa kebal hukum.
Sebagai penutup, Rosidi mengingatkan bahwa penegakan hukum bukan hanya tugas KPK semata, tetapi juga tugas moral seluruh elemen masyarakat. “Kalau rakyat diam, maka korupsi akan terus merajalela. Kalau rakyat bersuara, maka koruptor pasti gelisah. Kami berdiri di tengah rakyat, dan demi rakyat kami akan terus bergerak,” tandasnya.
Laporan: CS.
